MAKALAH
“HADIST TENTANG ILMU PENGETAHUAN DAN KEUTAMAAN ORANG YANG BERILMU”
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................
i
DAFTAR ISI ...............................................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
.........................................................................................
1
B.
Rumusan Masalah
....................................................................................
1
C.
Tujuan Masalah
........................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Keutamaan Ilmu
.............................................................. 2
B. Hadits-Hadits yang Menjelaskan Pentingnya Ilmu
.................................. 2
C. Pandangan Ulama Tentang Pentingnya Ilmu
........................................... 3
D. Pandangan Penulis
....................................................................................
7
E. Keutamaan Orang Yang Berilmu
............................................................. 7
BAB II PENUTUP
A.
Kesimpulan .............................................................................................
9
B.
Saran-Saran
.............................................................................................
9
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................
10
Alhamdulillah, terpanjatkan rasa syukur kehadirat Allah swt. Yang
telah mengangkat manusia dari pada makhluk-makhluk lain, karena adanya akal dan
kemulyaan akhlaq serta taqwa-nya. Sholawat serta salam mudah-mudahan selalu terwasilahkan
kepada beliau Nabi besar Muhammad saw yang telah diutus oleh Allah untuk
membimbing manusia dari jalan yang sesat menuju jalan yang penuh dengan
hidayah-nya.
Puji syukur
saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya
saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa saya
ucapkan terimakasih kepada dosen
pembimbing Bapak AHMAD ABDUL MUNIF, M.Pd sehingga kami bisa bealajar dan menyelesaikan makalah ini dengan
waktu yang tepat.
Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab
itu penulis angat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga
sengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.
Amin...
Penulis
IMAM SAFI’I
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ilmu
pengetahuan adalah sebaik-baik sesuatu yang disukai, sepenting-penting sesuatu
yang dicari dan merupakan sesuatu yang paling bermanfaat, dari pada selainnya.
Kemuliaan akan didapat bagi pemiliknya dan keutamaan akan diperoleh oleh orang
yang memburunya. Allah SWT berfirman :
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَاَلَّذِينَ
لَا يَعْلَمُونَ (الزمر
Artinya: “Katakanlah (Wahai Muhammad!): ‘Adakah sama
orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu?’”. (QS.
Az-Zumar: 9)
Dengan ayat ini Allah SWT, tidak mau menyamakan orang yang berilmu dan
orang yang tidak berilmu, disebabkan oleh manfaat dan keutamaan ilmu itu
sendiri dan manfaat dan keutamaan yang akan didapat oleh orang yang berilmu.[1]
Dalam
kehidupan dunia, ilmu pengetahuan mempunyai perang yang sangat penting.
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan memberikan kemudahan bagi kehidupan
baik dalam kehidupan individu maupun kehidupan bermasyarakat. Menurut
al-Ghazali dengan ilmu pengetahuan akan diperoleh segala bentuk kekayaan,
kemuliaan, kewibawaan, pengaruh, jabatan, dan kekuasaan. Apa yang dapat
diperoleh seseorang sebagai buah dari ilmu pengetahuan, bukan hanya diperoleh
dari hubungannya dengan sesama manusia, para binatangpun merasakan bagaimana
kemuliaan manusia, karena ilmu yang ia miliki.[2]
Dari sini, dengan jelas dapat disimpulkan bahwa kemajuan peradaban sebuah
bangsa tergantung kemajuan ilmu pengetahuan yang melingkupi.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi ilmu menurut bahasa dan isthilah
?
2. Adakah dalil tentang ilmu?
3. Bagaimana pandangan para ulama tentang
pentingnya ilmu?
4. Apa keutamaan orang yang berilmu?
C. Tujuan
Masalah
1. Mengetahui definisi menurut bahasa dan
isthilah.
2. Mengetahui beberapa dalil
tentang ilmu.
3. Mengetahui pandangan para
ulama tentang pentingnya ilmu.
4. Mengetahui keutamaan orang
yang berilmu
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
dan Keutamaan Ilmu
Ilmu
adalah isim masdar dari ‘alima yang berarti mengetahui, mengenal, merasakan, dan
menyakini. Secara istilah, ilmu ialah dihasilkannya gambaran atau bentuk
sesuatu dalam akal.[3] Karena
pentingnya ilmu dan banyaknya faidah yang terkandung di dalamnya, para ulama
menyimpulkan bahwa menuntut ilmu adalah wajib, sesuai dengan jenis ilmu yang
akan dituntut. Inilah hukum dasar menuntut ilmu, berdasarkan sabda Rasulullah
SAW:
طلب
العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة
Artinya: “Menunut ilmu hukumnya wajib bagi orang islam
laki-laki dan orang islam perempuan”.
Peranan ilmu pengetahuan dalam kehidupan seseorang sangat besar, dengan
ilmu pengetahuan, derajat manusia akan berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya. Allah SWT berfirman:
شَهِدَ
اللهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ
قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (آل عمران
Artinya: “Allah
menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah),
yang menegakkan keadilan. para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak
disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”(QS. Ali Imran: 18).
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa yang menyatakan bahwa tiada yang berhak
disembah selain Allah adalah dzat Allah sendiri, lalu para malaikat dan para
ahli ilmu. Diletakkannya para ahli ilmu pada urutan ke-3 adalah sebuah
pengakuan Allah SWT, atas kemualian dan keutamaan para mereka.
Dalam ayat lain
Allah berfirman:
يَرْفَعِ
اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (المجادلة:
Artinya: “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. Al-Mujadalah:
11)
Ibnu ‘Abbas ketika
menafsirkan ayat ini mengatakan bahwa derajat para ahli ilmu dan orang mukmin
yang lain sejauh 700 derajat. Satu derajat sejauh perjalanan 500 tahun.[4]
B. Hadits-Hadits
yang Menjelaskan Pentingnya Ilmu
Hadits-hadits
yang menjelaskan pentingnya ilmu sangat banyak, dan tidak mungkin disebutkan
semuanya dalam makalah ini. Para ulama ahli hadits pada umumnya menuliskan bab
tersendiri yang menjelaskan pentingnya ilmu. Mereka bahkan menulis sebuah kitab
yang khusus menjelaskan betapa pentingnya ilmu bagi seluruh sendi kehidupan,
baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat.
Sabda Rasulullah SAW:
اَلْعُلَمَاءُ
وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ (رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه وابن حبان
Artinya: “Orang-orang yang
berilmu adalah ahli waris para nabi” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu
Majah dan Ibnu Hibban)
Tentu sudah diketahui, bahwa tidak ada kedudukan di
atas kenabian dan tidak ada kemuliaan di atas kemulian mewarisi kedudukan
kenabian tersebut.
Rasulullah SAW bersabda:
يَسْتَغْفِرُ
لِلْعَالِمِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ (رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه
وابن حبان
Artinya: “Segala apa yang ada di langit dan
bumi memintakan ampun untuk orang yang berilmu”. (HR. Abu Daud, Tirmidzi,
Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
Kedudukan apa yang melebihi kedudukan seseorang yang selalu
dimintakan ampun oleh para malaikat langit dan bumi?.
Rasulullah SAW bersabda:
أَفْضَلُ النَّاسِ
الْمُؤْمِنُ الْعَالِمُ الَّذِيْ إِنِ احْتِيْجَ إِلَيْهِ نَفَعَ وَإِنِ
اسْتُغْنِيَ عَنْهُ أَغْنَى نَفْسَهُ (رواه البيهقي
Artinya: “Seutama-utama manusia ialah
seorang mukmin yang berilmu. Jika ia dibutuhkan, maka ia menberi manfaat. Dan
jika ia tidak dibutuhkan maka ia dapat memberi manfaat pada dirinya sendiri”.(HR.
Al-Baihaqi)[5]
Hadits ini menjelaskan bagaimana keutamaan ilmu bagi
seseorang, dimana ia akan memberikan manfaat dan dibutuhkan oleh orang-orang
disekitarnya. Bahkan jika seorang yang berilmu terangsingkan dari kehidupan
sekitarnya, ilmu yang ia miliki akan memberikan manfaat kepada dirinya sendiri,
dan menjadi penghibur dalam kesendiriannya.
Tentang pentingnya ilmu Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ
بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ (رواه البخاري ومسلم
Artinya: “Barang siapa dikehendaki bagi oleh
Allah, maka Allah memberi kepahaman untuknya tentang ilmu”, (HR.
Bukhari dan Muslim)
Hadits ini adalah
hadits yang urgen, dimana seolah-olah Allah menggantungkan kebaikan seseorang
terhadap kepahamannya terhadap agama, dalam arti kwalitas dan kwantitas ilmunya
dalam masalah agama. Dari sini dapat diketahui bahwa ilmu adalah penting, karena
ia menjadi penentu baik dan buruk seseorang. Dengan ilmu ia akan membedakan
salah dan benar, baik dan buruk dan halal dan haram.
Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda:
إنَّ مَثَلَ مَا
بَعَثَنِي اللهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى , وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ
أَرْضًا فَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ طَيِّبَةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ , فَأَنْبَتَتْ
الْكَلَاَ , وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ , وَكَانَ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ
الْمَاءَ , فَنَفَعَ اللهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا مِنْهَا , وَسَقَوْا ,
وَزَرَعُوا , وَأَصَابَ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا
تُمْسِكُ الْمَاءَ , وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً , فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي
دِينِ اللهِ , وَنَفَعَهُ بِمَا بَعَثَنِي اللهُ بِهِ , فَعَلِمَ , وَعَلَّمَ ,
وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا , وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللهِ
الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ (رواه البخاري ومسلم
Artinya: “Perumpamaan apa yang dituliskan oleh
Allah kepadaku yakni petunjuk dan ilmu adalah seperti hujan lebat yang mengenai
tanah. Dari tanah itu ada yang gemburyang dapat menerima air lalutumbuhlah
padang rumput yang banyak. Dari panya ada yang keras dapat menahan air dan
tidak dapat menumbuhkan rumput. Demikian itu perumpamaan orang yang tidak
menolak kepadanya, dan mengajar, dan perumpamaan orang yang pandai agama Allah
dan apa yang dituliskan kepadaku bermanfaat baginya, ia pandai dan mengajar,
dan perumpamaan orang yang tidak menolak kepadanya, dan ia tidak mau menerima
petunjuk Allah, yang mana saya di utus dengannya”. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Dari Sahal bin Sa’ad RA, ia menceritakan sabda
Rasulullah SAW kepada Ali bin Abi Thalib:
فَوَاَللهِ لَأَنْ
يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلًا , وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ (رواه
البخاري ومسلم
Artinya: “Demi Allah! Jika Allah memberi
petunjuk kepada seseorang karenamu, maka itu lebih baik dari pada himar-himar
ternak” (HR. Bukhari Muslim)
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ دَعَا إلَى
هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ , لَا يَنْقُصُ
ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا , وَمَنْ دَعَا إلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ
مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ
(رواه مسلم.
Artinya: “Barang siapa mengajak kepada
petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala-pahala orang yang mengikutinya,
tidak dikurangi sedikitpun dari phala-pahala itu. Barang siapa mengajak kepada
kesesatan, maka baginya dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, tidak
dikurangi sedikitpun dari dosa-dosa itu” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلَّا مِنْ
ثَلَاثٍ : صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ , أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ , أَوْ وَلَدٌ
صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ (رواه مسلم
Artinya: “Jika anak Adam meninggal, maka
terputuslah semua amalnya kecuali dari tiga perkara, shadaqah jariyah, ilmu
yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakannya” (HR. Muslim)
Hadits-hadits tersebut menjelaskan keutamaan-keutamaan
dan pentingnya ilmu bagi manusia. Dan masih banyak hadits-hadits lain.[6]
C. Pandangan Ulama Tentang Pentingnya Ilmu
Imam As-Syafi’i mengatakan:
مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا
فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ , وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
Artinya: “Barang siapa menghendaki (kebaikan)
dunia, maka hendaknya ia menggunakan ilmu, dan barang siapa menghendaki
kebaikan akhirat, maka hendaknya menggunakan ilmu”.[7]
Menurut Al-Ghazali
Ilmu, pengetatahuan itu indah, mulia dan utama. Tetapi, selama keutamaan itu
sendiri masih belum dipaham, dan yang diharapkan dari keutamaan itu masih belum
terwujud, maka tidak mungkin diketahui bahwa ilmu adalah utama.
Keutamaan adalah
kelebihan. Jika ada dua benda yang sama, sementara salah satunya mempunyai
kelebihan, maka benda itu bisa disebut utama, kalau memang kelebihan yang
dimaksud adalah kelebihan dalam sifat kesempurnaan.
Sesuatu yang indah
dan disenangi ada tiga macam, yaitu: sesuatu yang disenangi karena ada faktor
lain diluarnya, sesuatu yang disenangi karena nilai eksentriknya dan sesuatu
yang dicari karena nilai eksentriknya juga karena ada faktor lain diluarnya.
Uang adalah sesuatu
yang disenangi. Tetapi ia disenangi bukan karena nilai eksentriknya tetapi
karena ada faktor lain berupa dapat dibuatnya uang untuk mendapatkan yang lain.
Kebahagiaan adalah sesuatu yang disenangi karena nilai eksentriknya, artinya ia
disenangi karena kebahagian itu sendiri. Sedangkan sesuatu yang disenangi
karena ada faktor lain dari luar dan juga karena nilai eksentriknya dapat
dicontohkan seperti kesehatan badan. Kesehatan badan disamping bisa dibuat
untuk memperoleh tujuan dan kebutuhan lain, ia juga disenangi karena didalamnya
sendiri ada nikmat dan kenyamanan. Dari ketiga macam hal di atas, yang tentunya
lebih utama adalah yang ketiga.
Apabila memandang
ilmu pengetahuan, maka ia termasuk yang ketiga. Ilmu itu sendiri adalah
keindahan dan kelezatan, disamping ia dapat dijadikan perantara mendapatkan
kebahagian, baik di dunia maupun akhirat. Dengan ilmu kedekatan kepada Allah
dapat diraih, kelas lebih tinggi para malaikat dapat diperoleh dan status
sosial yang tinggi di surga dapat dinikmati. Dengan ilmu kemulian dunia,
pengaruh, pengikut, kemewahan, kekuasaan dan kehormatan dapat diperoleh. Bahkan
binatang pun secara naluri akan tunduk kepada manusia karena ilmu yang
dimilikinya. Inilah kesempurnaan ilmu secara mutlak.[8]
Ali bin Abi Thalib berkata kepada Kumail yang artinya:
“Wahai Kumail, ilmu itu lebih utama dari pada harta
karena ilmu itu menjagamu, sedangkan kamu menjaga harta. Ilmu adalah hakim,
sedang harta adalah yang dihakimi. Harta menjadi berkurang jika dibelanjakan,
sedangkan ilu akan berkembang dengan diajarkan kepada orang lain”.[9]
Menurut Al-Mawardi,
keutamaan dan pentingnya ilmu dapat diketahui oleh semua orang. Yang tidak
dapat mengetahuinya hanya orang-orang bodoh. Perkataan ini adalah petunjuk bagi
keutamaan ilmu yang lebih mengena, karena keutamaan ilmu hanya dapat diketahui
oleh ilmu itu sendiri. Ketika seseorang tidak berilmu untuk mengetahui
keutamaan ilmu, maka ia meremehkan ilmu, menganggap hina para pemilinya, dan
menyangka bahwa hanyalah kekayaan dunia yang akan mengantarkannya kepada sebuah
kebahagiaan.[10]
Al-Mawardi juga
mengatakan bahwa, ilmu amatlah luas, jika di pelajari tidak akan pernah
selesai, selama bumi masih berputar, selama hayat di kandung badan selama itu
pula manusia memerlukan ilmu pengetahuan islam tidak hanya cukup pada perintah
menuntut ilmu, tetapi menghendaki agar seseorang itu terus menerus melakukan
belajar, karena manusia hidup di dunia ini perlu senantiasa menyesuaikan dengan
alam dan perkembangan zaman. Jika manusia berhenti belajar sementara zaman
terus berkembang maka manusia akan tertinggal oleh zaman sehingga tidak dapat
hidup layak sesuai dengan tuntutan zaman, terutama pada zaman sekarang ini,
zaman yang di sebut dengan era globalisasi, orang di tuntut untuk memiliki
bekal yang cukup banyak, berupa ilmu pengetahuan.[11]
D. Pandangan
Penulis
Berdasarkan
firman-fiman Allah, hadits-hadits Rasulullah serta pendapat para ulama, maka
dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah sesuatu yang paling baik dari segala bentuk
benda yang ada. Ia juga adalah yang terpenting dari segala sesuatu yang
penting. Ilmu sendiri adalah sebuah keutamaan, dimana seseorang akan merasakan
kenikmatan dalam pergelutannya dengan ilmu, memberinya manfaat bagi dirinya,
memperbaiki akhlaknya, memberikan jalan keluar bagi kebuntuan pikirannya, serta
menunjukkannya jalan menuju keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dalam hubungannya
dengan makhluk-makhluk sekitarnya, orang yang berilmu mmeberikan banyak manfaat
kepada mereka, membantu mengeleuarkan mereka dari sebuah masalah, menunjukkan
mereka kepada kebenaran dan menghindarkan mereka dari jurang kenistaan, yaitu
kesengsaraan yang abadi di akhirat. Selain itu, ilmu adalah sebuah petunjuk
bagi maju atau berkembangnya sebuah peradaban bangsa. Artinya, kemajuan sebuah
bangsa dapat dilihat melalui kemajuan ilmu pengetahuan yang ada dalam
lingkungan mereka.
E. Keutamaan
Orang Yang Berilmu
Begitu banyak ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits yang
menunjukkan keutamaan orang-orang yang berilmu atas ahli ibadah yang tidak
berilmu. Pepatah mengatakan bahwa ilmu lebih utama daripada harta karena ilmu
akan menjaga pemiliknya sedangkan harta, pemiliknyalah yang harus menjaganya.
Dan sesungguhnya, iman seseorang kepada Allah dan hari akhir itu haruslah
dibangun di atas ilmu. Tidak mungkin seseorang dapat memiliki iman kepada
hal-hal tersebut tanpanya. Tanpa ilmu, seseorang hanya akan beragama tanpa
memiliki dasar yang kuat dan hanya ikut-ikutan saja. Akhirnya imannya akan
mudah goyah oleh syubhat-syubhat yang kini begitu merajalela.
Dalam surat Al-Mujadalah Allah subhaanahu wa ta’ala
berfirman:“…Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…” (Al-Mujaadalah:
11)
Rasulullah pernah bersabda: “Keutamaan Orang
Alim atas ahli ibadah adalah seperti keutamaanku atas orang
yang paling rendah dari sahabatku.” (HR. Ad Dailami).
Beliau juga bersabda dalam
sabdanya yang lain: “Ulamaadalah pewaris para nabi.” (HR
At-Tirmidzi)
Dalam hadits-hadits beliau, Rasulullah Shallallaahu
‘Alaihi Wasallam tidak pernah meminta kepada Allah untuk ditambahkan kepada
beliau kecuali ilmu. Seandainya ada sesuatu yang lebih utama dari ilmu,
pastilah beliau akan mengajarkan ummatnya untuk meminta hal tersebut.
Selain itu, dalam surah Az-Zumar: 9 dan Al-Hasyr: 20,
Allah membandingkan antara orang yang mengetahui dengan orang yang tidak
mengetahui dan ahli surga dengan ahli neraka dengan redaksi yang mirip. Hal ini
menunjukkan bahwa beda derajat orang yang berilmu dengan orang yang tidak
berilmu adalah sama dengan beda derajat ahli surga dengan ahli neraka.
Dalam surah Al-Mulk Allah berfirman “Yang
menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu siapa yang lebih baik amalnya…” (Al-Mulk:
2). Ulama menjelaskan bahwa maksud dari ahsanu amalan adalah
yang paling ikhlas dan yang benar, yakni sesuai dengan tuntunan Rasulullah
Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam. Bagaimana mungkin kita dapat meraih hal
ini tanpa ilmu?
Tidurnya orang yang berilmu lebih ditakuti daripada
sholatnya orang yang tidak berilmu. Hal ini bisa terjadi karena tidurnya orang
yang berilmu pastilah bertujuan untuk istirahat agar dia mampu beribadah lagi
kemudian. Selain itu, orang yang mengamalkan ilmunya akan tidur dengan
mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah di dalamnya sehingga tidurnya tersebut
akan bernilai ibadah. Sedangkan, ibadahnya orang yang bodoh akan rawan terhadap
bid’ah dan justru menjadikan syetan menyukainya.
“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan
dirham, sesungguhnya mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang
telah mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Ibnu Hajar Al-Atsqolani menyebutkan dalam kitab Fathul
Baari bahwa ilmu yang hukumnya fardhu ‘ain untuk dicari oleh setiap muslim
adalah: “Ilmu syar’i yang bermanfaat mengetahui kewajiban mukallaf dari
perkara din-nya, baik urusan ubadah dan mu’amalah. Serta ilmu tentang Allah,
sifat-Nya, dan kewajiban kita terhadap urusan tersebut, dan menyucikan-Nya dari
kekurangan. Adapun semua itu berputar pada tafsir, hadits, dan fiqh.” (Fathul
Baari 1/141)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang utama, mulia dan
penting. Oleh sebab itu semua harus menyadari tentang hal ini, untuk membentuk
keshalehan individu dan keshalehan dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Paling tidak setiap pendidik pada lembaga pendidikan manapun harus
mampu menyadari akan keutamaan dan pentingnya ilmu, lalu menyalurkannnya kepada
peserta didik, sehingga manfaat dan fungsi ilmu pengetahuan dapat dirasakan
secara menyeluruh, bukan sekadar formalitas belaka.
Firman Allah dalam al-Qur’an, hadits-hadits Rasulullah
serta pandangan ulama, sebagaimana dipaparkan di atas adalah bukti kongkrit
akan keutamaan, kemulian dan pentingnya ilmu bagi seluruh sendi kehidupan. Ia
adalah kunci bagi kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat.
B. Saran-Saran
Seperti yang telah disampaikan dimuka bahwa semua
orang harus menyadari dan meyakini akan keutamaan dan pentingnya ilmu, terutama
bagi kalangan pendidik. Untuk selanjutnya penulis merumuskan saran-saran
sebagai berikut:
1.
Hendaknya kita
lebih mendalam di dalam mempelajari keutamaan dan pentingnya ilmu, baik yang
bersumber dari al-Qur’an, hadits, kitab-kitab para ulama islam, maupun para
cendekiawan yang lain.
2.
Hendaknya kita
mengembangkan sikap bangga akan ilmu yang telah kita raih, agar keutamaannya
tampak menghiasi diri kita dan orang-orang di sekitar kita.
3.
Karena begitu besar
keutamaan dan pentingnya ilmu, maka hendaknya kita tidak berhenti begitu saja
dalam menuntut ilmu. Sesuai dengan sabda Rasulullah bahwa menuntut ilmu tetap
diharuskan sampai tubuh kita terkubur dalam liang lahat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad. Ihya’ Ulum
al-Din. Beirut. Darul Ma’rifah. TT.
Al-Mawardi, Ali bin Muhammad bin Habib. Adab
al-Dun-ya wal al-Din. Beirut: Dar Iqra. 1985.
An-Nawawi, Yahya bin Syaaf. Al-Majmu’ ‘ala
Syarh al-Muhadzab. Kairo: Maktabah al-Muniriyah. TT.
Juz. 1 hlm. 40-41.
Kementerian Waqaf dan Urusan Islam Kuwait. Ensiklopedi
Fiqih. Kairo: Dar As-Shofwah. 2007.
[1] Al-Mawardi, “Adab al-Dun-ya wal al-Din”, Beirut: Dar Iqra’, 1985, hlm. 36
[2] Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, Beirut: Darul Ma’rifah, tt, vol. 1
hlm.12
[3] Kementerian Waqaf dan Urusan Islam Kuwait, Ensiklopedi Fiqih,
Kairo: Dar As-Shofwah, 2007, juz. 30 hlm. 291
[4] Al-Ghazali,
op.cit, Beirut: Darul Ma’rifah, tt, Juz 1 hlm. 5
[5] Ibid, hlm. 6
[6] An-Nawawi, “Al-Majmu’ ‘ala Syarh al-Muhadzab”, Kairo: Maktabah al-Muniriyah,
tt, Juz. 1 hlm. 40-41
[7] Ibid
[8] Al-Ghazali, op.cit. hlm. 13
[9] Al-Ghazali, op.cit. hlm. 8
[10] Al-Mawardi, op.cit. 37
[11] Ibid
0 komentar:
Posting Komentar